78 Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus




KONSEP DASAR

A. Definisi
1. Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi atau ketidakadekuatan penggunaan insulin (Barbara Engram, 1998 : 532).

2. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolik yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia, dan diakibatkan dari kerusakan produksi insulin (Sandra M. Nettira, 2001 : 108).

3. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer, dkk, 1999 : 580).

B. Etiologi
Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) disebabkan oleh destruksi sel β pulau langerhans akibat proses autoimun. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM TTI) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Serangan autoimun pada DM tipe I dapat timbul setelah infeksi virus misalnya gondongan (MUMPS), rubeia, sitomegali virus tronik atau gotongan obat nitro samin yang terdapat pada daging yang diawetkan. Pada saat diagnosis DM tipe I ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian besar pasien. Salah satu kemungkinan seseorang membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans adalah bahwa terdapat suatu agen lingkungan yang secara antigens mengubah sel-sel pankreas untuk merangsang pembentukan autoantobodi.
DM tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu pengaruh genetik yang menentukan kegemukan seseorang mengidap penyakit ini, cukup kuat.

C. Klasifikasi
1. Diabetes mellitus tipe I (DM tergantung insullin/ IDDM)
Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
2. Diabetes melitus tipe 2 (Tidak tergantung insullin/ NIDDM)
Timbul makin sering setelah umur 40 tahun dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapatan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi dari pada rata-rata orang dewasa. Pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi, biasanya pasien tidak berobat ke rumah sakit atau dokter.

D. Tanda dan Gejala
1. Poliuri
Ketika kadar glukosa darah meningkat ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas. Sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, glukosa akan timbul di urin (glukosuria), glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria.
2. Polidipsi
Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan tegangan sirkulasi perifer karena volume cairan turun mencolok. Sehingga sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra sel yang hipertonik. Rasa haus yang berlebih sebenarnya merupakan kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
3. Polifagia
Akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis dan glikoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada, karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, sehingga terjadi kelebihan glukosa di ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intra sel akibatnya nafsu makan meningkat.

E. Patofisiologis
Hipoglikemia adalah glukosa darah yang kurang dari 50 mg/100 ml darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa, atau khususnya puasa yang disertai olah raga, karena olah raga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel, otot rangka. Namun hipoglikemia lebih sering disebabkan oleh kebiasaan dosis insulin pada pengidap diabetes dependen-insulin. Karena otak memerlukan glukosa darah sebagai sumber energi utama. Maka hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP) berupa konfusi, iritabilitas kejang dan koma. Hipoglikemia dapat menyebabkan nyeri kepala, akibat perubahan aliran darah otak dan perubahan keseimbangan air. Secara sistematis, hipoglikemia menyebabkan pengaktivan sistem saraf simpatis yang merangsang rasa lapar, kegelisahan, berkeringat dan takikardia.
Hiperglikemia diefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi dari pada rentang kadar puasa normal 80-90 ml/100 ml darah, atau rentang nono puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia biasanya disebabkan oleh defisiensi insulin, seperti dijumpai pada diabetes tipe I, atau karena penurunan responsivitas sel terhadap insulin, seperti dijumpai pada diabetes tipe II hiperkortisolemia, yang terjadi pada sindrom cushing dan sebagai respon terhadap stress kronik, dapat menyebabkan hiperglikemia melalui perangsangan glukoneogenesis hati. Keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin, dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah. Peningkatan kadar hormon-hormon tersebut dalam jangka panjang, terutama hormon pertumbuhan dianggap diabetogenik (menimbulkan diabetes).
Pengolahan bahan makan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus, didalam saluran pencernaan itu makan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi dengan bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah. Didalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
1. Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada beta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
2. Kerja insulin
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian didalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insul;in tidak ada, maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel. Inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tipe I.
Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat.
Kadar gula yang tinggi dalam waktu yang lama mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang menimbulkan aterosklerosis sehingga meningkatkan tekanan darah/ hipertensi.

F. Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal (rendah) terjadi kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
b. Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi gula oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.
c. Sindrom HHNIK (Koma Hiperglikemik Hiperosmoler)
Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosurra dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya dapat mentoleransi poliuri dan polidipsi selama berminggu-minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis barulah pasien atau anggota keluarga meminta pertolongan medis.
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi makrovaskuler
1) Penyakit arteri koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada penderita diabetes melitus. Salah satu ciri unik pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-pasien Diabetes Melitus adalah tidak terdapat gejala iskhemik yang khas. Jadi, pasien mungkin tidak memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner dan dapat mengalami infark miokard asimtomatik dimana keluhan sakit dada atau gejala khas lainnya tidak dialaminya. infark miokard asimtomatik ini hanya dijumpai melalui pemeriksaan elektrokardiogram. Kurangnya gejala iskemik ini disebabkan oleh neuropati otonom.
2) Penyakit serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah cerebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas/ TIA dan stroke.
3) Penyakit vaskuler perifer
Perubahan ateroklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens penyakit oklusif arteri perifer pada pasien-pasien diabetes. Tanda-tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudi kasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).
b. Komplikasi Mikrovakuler
1) Retinopati diabestik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
2) Nefropati
Bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat, kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang menurut Dongoes (2000 : 728) adalah sebagai berikut
a. Glukosa darah : Meningkat 200-100 mg/dL atau lebih
b. Aseton plasma (keton) : Positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : Kadar lipd dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsn/lt
e. Elektrolit
1) Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
2) Kalium : Normal atau peningkatan semua (perpindahan selulosa) selanjutnya akan menurun
3) Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas darah arteri. Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah. Ht mungkin meningkat (dehidrasi) leukositosis hemokonsentrasi merupakan respons terhadapstress atau infeksi.
h. Ureum/ kreatinin. Mungkin meningkat atau normal (dehodrasi/ penurunan fungsi ginjal)
i. Amilase darah. Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pakreatitis akut sebagai penyebab dari DKA

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : 1. Diet 2. Latihan 3. Pemantauan 4. Terapi (jika diperlukan) 5. Pendidikan H. Pengkajian § Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? § Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. § Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. § Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah § Integritas Ego Stress, ansietas § Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare § Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. § Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. § Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) § Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) § Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan 2. Kekurangan volume cairan 3. Gangguan integritas kulit 4. Resiko terjadi injury J. Intervensi 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : § Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat § Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya Intervensi : § Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. § Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. § Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. § Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral. § Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi. § Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. § Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah. § Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. § Kolaborasi dengan ahli diet.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : § Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik § Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul § Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas § Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa § Pantau masukan dan pengeluaran § Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung § Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung. § Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur § Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan. Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi : § Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut. § Kaji tanda vital § Kaji adanya nyeri § Lakukan perawatan luka § Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi. § Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. 1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : pasien tidak mengalami injury Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi : § Hindarkan lantai yang licin. § Gunakan bed yang rendah. § Orientasikan klien dengan ruangan. § Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari § Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999. Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996. Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

Tidak ada komentar: