120 ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAKS

PNEUMOTHORAKS
Konsep Dasar
I. Pengertian
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral.

II. Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya yaitu artificial, traumatic dan spontan.
2. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
3. Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
4. Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan - 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan - 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

III. Etiologi dan patofisiologi
Normal tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli.
Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus.
Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek..
Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.
Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat “MACKLIN“ adalah sebagai berikut :
Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.

IV. Gejala klinis
Keluhan : timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat.
Keluhan utama : sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan respirasi. Sesak ringsn sampai berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya :
Tertutup dan terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat dan selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas.

V. Komplikasi
Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema, penebalan pleura.

VI. Pemeriksaan diagnostic
X Foto dada :
a. Pada foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis.
b. Mediastinal shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi.

VII. Penatalaksanaan
a. Pada ICS 5 atau 6 dilakukan pemasangan WSD dengan memakai trokar.
b. WSD dilepas bila paru sudah mengembang dengan baik, tidak ada komplikasi dan setelah selang plastic atau diklem 24 jam untuk membuktikan bahwa pneumothoraks sudah sembuh.
c. Bila penderita sesak dapat diberikan oksigen konsentrasi tinggi.
d. Untuk megnobati nyeri dapat diberikan analgetika seperti Antalgin 3 X 1 tablet atau analgetik kuat.
e. Fisioterapi dapat diberikan karena dapat mencegah retensi sputum.
f. Apabila pengembangan paru agak lambat, bias dilakukan penghisapan dengan tekanan 25-50 cm air.
g. Pada pneumothoraks berulang dapat dilakukan perlekatan kedua pleura dengan memakai bahan yang dapat menimbulkan iritasi atau bahan sclerosing agent.

Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian keperawatan
A. Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.
B. Pemeriksaan
Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural.
C. Faktor perkembangan/psikososial
Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial klien.
D. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar.

II. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran mediastinum.
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
4. Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap prosedur tindakan WSD.

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran mediastinum.
Klien memiliki pertukaran gas yang optimal selama terpasang WSD, dengan kriteria standar : klien memiliki tanda–tanda vital RR 12 – 20 X/menit, suhu 363 – 37 3 0C, nadi 80 – 100 kali/ menit, keutuhanWSD terjaga, aliran (udara/cairan) lancar, selang tidak ada obstruksi dan tidak terjadi sianosis pada klien.
1. Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD, kelancaran dan akibatnya.

2. Periksa WSD lokasi insersi, selang drainage dan botol.
3. Observasi tanda – tanda vital

4. Observasi analisa blood gas.
5. Kaji karakteristik suara pernapasan, sianosis terutama selama fase akut.
6. Berikan posisi semi fowler (600- 900)

7. Anjurkan klien untuk nafas yang efektif
8. Bila perlu berikan oksigen sesuai advis Pengertian akan membawa pada motivasi untuk berperan aktif sehingga tercipta perawatan mandiri.
WSD yang obstruksi akan selalu terkontrol karena klien dan keluarga kooperatif.
Adanya kloting merupakan tanda penyumbatan WSD yang berakibat paru kolaps.
Hipertemi, takikardi, takipnea merupakan tanda – tanda ketidakoptimalan fungsi paru.
Ketidaknormalan ABG menunjukan adanya gangguan pernapasan.
Adanya ronchi, rales dan sianosis merupakan tanda –tanda ketidakefektifan fungsi pernapasan
Posisi ini menggerakan abdominal jauh dari diafragma sehingga memberikan fasilitas untuk kontraksi dan ekspansi paru maksimal.
Nafas efektif akan melancarkan proses pertukaran gas.

Pemberian oksigen menurunkan kerja otot – otot pernafasan dan memberikan suplai tambahan oksigen.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD, dengan kriteria standart : Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa. Tanda – tanda vital dalam batas normal.
1. Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
2. Kaji tanda – tanda infeksi
3. Monitor reukosit dan LED
4. Dorongan untuk nutrisi yang optimal
5. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
6. Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis. Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal
Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi.
Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi.
Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune
Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme
Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
Klien mempertahankan keseimbangan cairan selama prosedur tindakan WSD, dengan kriteria standar : memiliki drainage output yang optimal, turgor kulit spontan tanda–tanda vital dalam batas normal, mempertahankan Hb, hematokrit dan elektrolit dalam batas normal. Orientasi adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.
1. Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam
2. Observasi tanda–tanda defisit volume cairan

3. Berikan intake yang optimal bila perlu melalui parenteral
40 – 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal, tetapi kalau ada peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan.

Hipotensi, takikardi, takipnea, penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan tanda–tanda perdarahan yang mengarah defisit volume cairan.
Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen tambahan.
Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD, dengan kriteria standar : Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak, klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya, mobilitas fisik sehari – hari terpenuhi.
1. Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD
2. Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari – hari
3. Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi.
4. Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi
5. Berikan tindakan distraksi dan relaksasi Mengetahui tangda – tanda awal terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi.
Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan.
Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi

Mencegah stasis vena dan kelemahan otot


Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap prosedur tindakan WSD.
Klien mampu memverbalkan pengertian tentang prosedur tindakan WSD sesuai kemampuan dan bahasa yang dimiliki, dengan kriteria standar : Klien mampu memverbalkan alasan tindakan WSD, mampu mendemonstrasikan perawatan WSD minimal mampu kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
1. Kaji keadaan fisik dan emosional klien saat akan dilakukan tindakan health education (penyuluhan)
2. Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD
3. Demonstrasikan perawatan WSD i depan klien dan keluarganya. Kondisi fisik tidak nyaman dan ketidak siapan mental merupakan factor utama adanya halangan penyampaian informasi.

Pengertian membawa perubahan pengetahuan, sikapdan psikomator.

Demonstrasi merupakan suatu metode yang tepat dalam penyampaian suatu informasi sehingga mudah di pahami.


Daftar Pustaka

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto.

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta

Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta.

Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter Soetomo, Surabaya

Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year Book, Toronto.

Tidak ada komentar: